Minggu, 27 Maret 2016

Makalah perpajakkan tentang "KEBERATAN BANDING DAN IMBALAN BUNGA"



MAKALAH
PERPAJAKAN
KEBERATAN BANDING DAN IMBALAN BUNGA

Description: C:\Users\Personal\Documents\LOGO STIE AL-KH.JPG

DI Susun Oleh:
1.      HENDRI MZ
2.      LALA SITI SULASIAGH
3.      UJANG SULAIMAN
4.      SUHELDA


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) AL-KHAIRIYAH
Jl. H. EnggusArja No. 1 CitangkilCilegon – Banten

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang bertema “Keberatan Banding dan Imbalan Bunga”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Perpajakkan di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Al-Khaeriyah.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Cilegon, 26 Februari 2016
Tim Penulis










DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................      i
DAFTAR ISI ..............................................................................................    ii

BAB I PENDAHULUAN                                                                              
1.1  LatarBelakang …......................................................................................     1
1.2  RumusanMasalah ….................................................................................     1
1.3  Tujuan …….............................................................................................    2
                                                                                                                    
BAB II PEMBAHASAN                                                                               
2.1  Keberatan ………………...…..................................................................     4
2.2  Banding ………………….……………….…...............................................    6
2.3  Imbalan Bunga ………………….……………….….....................................     8

BAB III PENUTUP                                                                                               
3.1  Kesimpulan ….........................................................................................   10

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………..…………..........……   iii





 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang
Pengenaan pajak langsung sebagai cikal bakal dari pajak penghasilan sudah terdapat pada zaman Romawi Kuno, antara lain dengan adanya pungutan yang bernama tributum yang berlaku sampai dengan tahun 167 Sebelum Masehi. Pengenaan pajak pajak penghasilan secara eksplisit yang diatur dalam suatu Undang-undang sebagai Income Tax baru dapat ditemukan di Inggris pada tahun 1799.
Sejalan dengan perkembangan ekonomi, teknologi informasi, sosial, politik, disadari bahwa  sistem pelaksanaan perpajakan di Indonesia membutuhkan  suatu ketentuan dan tata cara yang sesuai dengan tingkat kehidupan masyarakat Indonesia baik dari segi kegotong-royongan nasional maupun dari laju pembangunan nasional yang telah dicapai.
Dengan kehidupan masyarakat yang semakin dinamis ketentuan dan tata cara perpajakan pun telah mengalami perubahan. Hal ini diharapkan bahwa lebih memberikan keadilan, meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, meningkatkan kepastian dan penegakan hukum, serta mengantisipasi kemajuan di bidang perpajakan sehingga tidak ada lagi masyarakat indonesia yang tidak paham akan sistem perpajakan.
Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya.Pajak penghasilan bisa diberlakukan progresif, proporsional, atau regresif.
1.2     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas tentang “Konsep Harta” yang menjadi judul makalah ini.
1.         Apa yang di maksud dengan Keberatan dalam pajak?
2.         Bagaimana cara melakukan pengajuan Keberatan?
3.         Bagaimana penyelesaian dari permohonan keberatan?
4.         Apa yang dimaksud dengan banding?
5.         Apa syarat-syarat Banding?
6.         Bagaimana dengan hasil putusan banding?
7.         Apa pengertian imbalan?
8.         Bagaimana cara mengajukan gugat?
1.3     Tujuan
Dari rumusan masalah diatas, kami dapat menyimpulkan bahwa tujuan penulisan makalah ini, yaitu:

1.         Menjelaskan tentang keberatan dalam pajak
2.         Menjelaskan bagaimana cara melakukan pengajuan keberatan
3.         Menjelaskan bagaimana penyelesaian dari permohonan keberatan
4.         Menjelaskan apa yang dimaksud dengan banding
5.         Menjelaskan apa syarat-syarat banding
6.         Menjelaskan bagaimana dengan hasil putusan banding
7.         Menjelaskan apa pengertian imbalan
8.         Menjelaskan bagaimana cara mengajukan gugat













BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
 Dari Pengertian Pajak tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
Pembayaran  pajak  harus  berdasarkan   undang-undang  serta  aturan pelaksanaannya. Sifatnya dapat dipaksakan. Hal ini berarti pelanggaran atas aturan perpajakan akan berakibat adanya sanksi. Tidak ada kontra prestasi atau jasa timbal dari negara yang dapat dirasakan langsung oleh pembayar pajak.Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik pusat maupun daerah (tidak boleh dilakukan oleh swasta yang orientasinya adalah keuntungan).Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan umum.



2.1        Keberatan
a.      Pengertian Keberatan
Keberatan adalah cara yang ditempuh oleh wajib Pajak jika merasa tidak/kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.
Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/ tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini WP dapat mengajukan keberatan.

b.      Pengajuan Keberatan

Ø  Hal-hal yang Dapat Diajukan Keberatan
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas:
1.      Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
2.      Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
3.      Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
4.      Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
5.      Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga
Ø  Ketentuan Pengajuan Keberatan
Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat
WP terdaftar, dengan syarat:
1.      Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
2.      Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai alasan-alasan yang jelas.
3.      Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis pajak dan satu tahun/ masa pajak.
     Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak dan keberatan yang tidak memenuhi syarat, dianggap bukan Surat Keberatan, sehingga tidak diproses.
Mulai 1 Januari 2008 dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang harus dibayar paling sedikit sejumlah yang disetujui
Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.

Ø  Jangka Waktu Pengajuan Keberatan
Keberatan harus diajukan dalam Jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga.
1.      Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.
2.      Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos tercatat), jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.
Jika lewat tiga bulan, surat keberatan tidak dianggap karena tidak memenuhi syarat formal.Tetapi juga membolehkan jangka waktu lebih dari tiga bulan jika “dalam keadaan diluar kekuasaannya.” Inilah klausul yang sering dimanfaatkan oleh Wajib Pajak.Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

c.       Penyelesaian Keberatan

      Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua betas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas ) telah lewat dan Direktorat Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima. Keputusan keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak terhutang.

Permintaan Penjelasan/Pemberian Keterangan Tambahan
1.      Untuk keperluan pengajuan keberatan WP dapat meminta penjelasan/ keterangan tambahan dan Kepala KPP wajib memberikan penjelasan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan, pemotongan, atau pemungutan.
2.      WP dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis sebelum surat keputusan keberatannya diterbitkan.
d.      Surat Keputusan Keberatan

Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.

2.2     Banding
a.      Pengertian Banding
Banding merupakan upaya dari pemohon banding untuk menyatakan rasa tidak puasnya terhadap keputusan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pemohon termasuk kuasa hukum ingin melakukan upaya banding ini dengan mulus dan hasilnya adalah kemenangan untuk pemohon. Ada hal yang perlu dipahami dan disiasati oleh pemohon banding dan perlu diantisipasi dan discounter oleh aparat pajak. Seringkali pihak yang bersengketa mempermasalahkan. Jumlah yang terutang menjadi 0. Dengan berlakunya UU Nomor 28 tahun 2007 .
b.      Syarat-Syarat Banding:
1.      Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
2.      Jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding, tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan pemohon Banding.
3.      Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.
4.      Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding.
5.      Pada Surat Banding dilampirkan salinan Keputusan yang dibanding.
6.      Dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen).
7.      Pemohon banding dapat melengkapi Surat Bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang berlaku, sepanjang masih dalam jangka waktu yang ditetapkan.
Dari sudut DJP kadang terkaget-kaget dengan keputusan pengadilan pajak. Dalam aturan perpajakan terdahulu tentang pemberian imbalan bunga bagi wajib pajak yang diterima keberatannya maupun bandingnya akan dikembalikan total yang dibayarkan beserta imbalan bunga sebesar 2% perbulan, hal ini akibat ketentuan perpajakan sebelumnya mengatur bahwa setiap keberatan dan banding tidak menunda pembayaran pajak yang terutang. Adapun imbalan bunga 2% per bulan dan maksimal 24 bulan, artinya, dalam setahun dapat imbalan bunga sampai 24%, persentase yang besar dibandingkan bunga deposito perbankan. Seorang konsultan pernah mengatakan pada saya sehubungan dengan persentase yang besar tersebut, bahwa ada sebuah perusahaan yang membuka "divisi kasus" (divisi yang khusus menangani kasus-kasus dalam perusahaan) yang dipimpin setingkat manajer dalam perusahaan lengkap dengan target dan penghasilannya (termasuk imbalan bunga didalamnya).
Salah satu manifestasi dari asas keadilan yang diberikan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah dengan memberikan imbalan bunga kepada Wajib Pajak, sama halnya apabila Wajib Pajak salah atau lalai dalam menjalankan kewajiban perpajakannya maka dikenakan sanksi adminstrasi baik berupa bunga, denda, ataupun kenaikan dari jumlah kewajiban pajak yang seharusnya dibayar atau terhutang oleh Wajib Pajak. Saat Wajib Pajak sudah menjalankan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar, namun dalam waktu bersamaan terjadi kelebihan pembayaran pajak atas kewajiban yang seharusnya dibayar atau terutang oleh Wajib Pajak maka akan memperoleh imbalan bunga atas kelebihan tersebut. Dalam hal, putusan majelis adalah tidak dapat diterima apakah imbalan bunga harus muncul. Walapun tidak dipermasalahkan oleh pemohon.
c.       Putusan Banding

         Putusan Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding. Putusan Banding merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, serta bukan Keputusan Tata Usaha Negara Dalam sejarah banding, jika dibuatkan prosentase Putusan Banding, maka sebagian besar Putusan Banding berpihak ke Wajib Pajak. Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan, untuk selama-lamanya 24 bulan.
Terkait dengan produk akhir dari pengadilan pajak yang berupan putusan, terdapat 6 jenis putusan pengadilan pajak, yaitu:
a)      menolak;
b)       mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
c)      menambah Pajak yang harus dibayar;
d)     tidak dapat diterima;
e)      membetulkan kesalahan tulis dan / atau kesalahan hitung; dan / atau
f)       membatalkan.

2.3     Imbalan Bunga
a.         Pengertian Imbalan Bunga

Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam SKPKB dan SKPKBT telah dibayar yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan, paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.

b.      Gugatan

Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan kepada PP terhadap :
1.      Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
2.      Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP;
3.      Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UU KUP yang berkaitan dengan STP;
4.      Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan STP;
Jangka Waktu Pengajuan Gugatan
1.      Gugatan terhadap angka 1 diajukan paling lambat 14 hari sejak pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman Lelang;
2.      Gugatan terhadap angka 2, 3, dan 4 diajukan paling lambat 30 hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat.
b.      Peninjauan Kembali

Apabila pihak yang bersangkutan tidak/belum puas dengan putusan Pengadilan Pajak, maka pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dan hanya dapat diajukan satu kali

Alasan-alasan Peninjauan Kembali
1.      Putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat;
2.      Terdapat bukti tertulis baru penting dan bersifat menentukan;
3.      Dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut.
4.      Ada suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
5.      Putusan nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Jangka Waktu Peninjauan Kembali
1.      Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 diajukan paling lambat 3 bulan sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau ditemukan bukti tertulis baru;
2.      Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, 4, dan 5 diajukan paling lambat 3 bulan sejak putusan dikirim oleh Pengadilan Pajak.




BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Walaupun Undang-undang Pengadilan Pajak memberikan kebebasan kepada pihak-pihak yang bersengketa (Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak) untuk mengajukan Peninjauan Kembali, namun Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam praktik akan timbul kendala, apabila Wajib Pajak tidak segera melunasi pajak yang kurang dibayar sehubungan dengan Putusan Banding, Dirjen Pajak berhak melakukan tindakan penagihan, sebaliknya DJP juga berkewajiban memberikan Imbalan Bunga apabila ditemukan kelebihan pembayaran pajak sehubungan dengan Putusan Banding.
Sehingga apabila Wajib Pajak tidak mengajukan Peninjauan Kembali dan ditemukan kelebihan pembayaran pajak karena putusan banding diterima sebagian atau seluruhnya, kepada Wajib Pajak harus diberikan Imbalan Bunga. Hal ini tidak menyalahi ketentuan Undang-undang baik Undang-undang Pengadilan Pajak, Undang-undang KUP, maupun PP 74 Tahun 2011 (poin c). Hal ini sesuai dengan konsideran Undang-undang Perpajakan yaitu mewujudkan sistem perpajakan yang netral, lebih memberikan keadilan dan lebih dapat menciptakan kepastian hukum maka pemberian Imbalan Bunga merupakan hak Wajib Pajak dan untuk memenuhi rasa keadilan terhadap masyarakat Wajib Pajak. Sejalan pula dengan asas Kepastian Hukum yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.






DAFTAR PUSTAKA

pajaktaxes.blogspot.com/2012/02/imbalan-bunga.html
zulhunain.blogspot.com/.../keberatan-dan-banding-dalam-perpajakan.html
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi
Dr H Aziz Syamsuddin, Proses dan Teknik Penyusunan Undang-undang
Soetanto, surabayapagi.com, 4 April 2012



1 komentar:

  1. How to make money with poker machines - WorkPaper Money
    How to make money with poker machines. A febcasino betting strategy is a betting strategy that requires you 제왕 카지노 to select a winner หารายได้เสริม from the pool or the dealer's

    BalasHapus